Saturday, September 9, 2017

Sebelum 120 adalah 129

Mungkin aku guru yang kurang sensitif. Lebih tepatnya, secara umum aku adalah orang yang kurang sensitif tetapi juga sensitif. Bingung kan? Aku juga kadang bingung dengan diriku sendiri.
Baiklah, kembali lagi ke judul "sebelum 120 adalah 129". Itu adalah jawaban salah satu muridku ketika aku memberinya soal mengurut mundur.
Latihan soal ini aku berikan setelah hampir sebulan mengajar mereka tentang bilangan ratusan, nilai tempat, menyebut nama dan lambang bilangan, membandingkan, dll. Asumsiku, anak-anak sudah belajar tentang bilangan ratusan sewaktu di kelas 1. Percaya sekali anak-anak bisa dengan mudah menerima pelajaran mengenal bilangan ratusan ini. Apalagi, sehari-harinya banyak dari mereka yang bisa mengerjakan dengan sempurna.
Inilah ketidaksensitifanku karena asumsi tadi. Tetapi begitu ulangan harian, kaget melihat nilai beberapa anak. Aku ajarin lagi satu-satu dan aku kasih soal serupa. Dua orang ternyata belum bisa mengerjakan secara mandiri. Mereka mentok di soal mengurutkan mundur dan maju.
Akhirnya, aku membuat list bilangan di papan, 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70 dan meminta dua orang muridku untuk mengisi bilangan setelah dan sebelum setiap puluhan yang aku tulis.
Satu bilangan pertama ok. 9, 10, 11. Namun, begitu bilangan selanjutnya, mereka mentok. Ada sekitar 10 menit berpikir tanpa hasil. Dia menebak beberapa angka. Semua salah. Bilangan terakhir yang dia coba terka adalah 29. Aku tulis secara urut 20 sd 29 untuk memberinya sense dimana letak 29. Dia tersenyum melihat posisi angka 29. Akhirnya dia bisa menjawab dengan tepat bahwa sebelum 20 itu 19.
Aku kemudian memintanya menjawab puluhan selanjutnya, yakni 30. Disinipun respon muridku tetap sama. Diam lama tidak bisa menjawab. Tidak putus asa, aku pancing dengan memintanya menghitung secara urut dari 20 sampai 30. Setelah berhitung secara urut, aku kembali bertanya padanya bilangan sebelum 30 yang baru saja dia sebut. Bukannya langsung menjawab, dia hitung kembali dan akhirnya berhasil menjawab 29.
Ah, mungkin  sekarang dia sudah bisa. Aku minta muridku itu mengisi dua bilangan sebelum 40. Sekali lagi, dia tidak bisa. Aku minta dia menghitung lagi 30 sampai 40. Tapi tetap saja dia kelihatan bingung. Akhirnya aku yang putus asa. Aku tulis semua bilangan sebelum dan setelah angka puluhan di papan tulis. Hehehe, gurunya cepat give up ya. Sudah nyut-nyutan kepala karena pusing mikirin muridku yang belum bisa.
Aku beri dia waktu dan memintanya menjawab satu bilangan sebelum 29. Aku sungguh berharap dia bisa melanjutkan menulis bilangan mundur dari angka 29 dan 39. Tetapi sampai bel tanda selesai, muridku belum bisa mengisi dengan benar.
At the end, aku duduk terpekur di meja guru. Berpikir, kenapa muridku belum bisa ya? setelah curhat dengan teman, dia menyampaikan satu kemungkinan .
"jangan-jangan muridmu belum bisa berhitung sampai ratusan. Dia mungkin lancar hanya dari 0-20"
Mendengarnya serasa lampu neon yang tadinya padam menjadi terang benderang. Bisa jadi karena itu.
Baiklah, besok akan aku buatkan tugas harian dia menulis secara urut 0-500. Berkali-kali sampai dia lancar berhitung 0-500.
"Berkali-kali" ini menjadi penting. Sesuai dengan teory Ebbinghaus’s Verbal Learning, bahwa belajar dan kemampuan mengingat informasi yang telah dipelajari tergantung seberapa banyak dia terpapar materi/benda yang dia pelajari. Teori lama, tapi masih layak untuk dipakai untuk anakku ini. Mudah-mudahan berhasil.


No comments:

Post a Comment