Tidak semua anak cepat memahami.
Tidak semua anak bisa mengerjakan tugas dengan cepat dan mudah. Menghadapi
anak-anak semacam ini, perlu energy dan kesabaran besar. Nah, apa yang saya
lakukan menghadapi mereka?
Saya dan
realitas
Salah satu sifat positif yang saya
bawa ketika menjadi guru adalah sifat optimis dan pantang menyerah. Saya yakin sekali
bahwa dengan bekerja keras anak anak pasti bisa. Tidak ada anak yang bodoh.
Yang ada adalah anak yang belum tahu dan anak yang belum menemukan cara menjadi
tahu.
Tugas guru adalah memberinya
motivasi dan keyakinan bahwa mereka bisa asalkan mau berusaha. Setiap anak punya
cara efektifnya sendiri dalam belajar. Setiap anak. Artinya masing-masing anak
unik. Tugas guru adalah mencari tahu keunikan anak dan bagaimana membantunya
belajar.
Setiap hari saya belajar, belajar tentang anak dan belajar
membantu anak. Walaupun mungkin prinsip saya keterlaluan. Tidak apa-apa.
Prinsip keterlaluan yang dimaksud
adalah bahwa saya tidak mau memberikan ikan pada anak-anak. Walaupun mereka
masih anak-anak. Saya mau memberinya pancing. Dan ini butuh waktu. Saat ini anak
anak masih suka menerima, mereka lebih suka mendapat ikan tanpa mau memancing. Belum
banyak yang sadar akan pentingnya “percaya pada kemampuan diri sendiri” dan “manfaat
berusaha”. Ini tantangan saya. Bisa dimaklumi sih, mereka masih anak anak. Tapi,
saya mau mengajak mereka untuk mau dan sabar melalui proses. Mau berusaha
dengan keras.
Mati-matian saya mengajari mereka
proses. Kadang terbersit, kenapa harus capek capek, kasih saja mereka jawaban,
suruh mereka menghafal. Tapi cara ini akan berdampak di kehidupan mereka ke
depan. Terbiasa mendapatkan solusi dengan mudah bisa membuat mereka di masa
depan malas berpikir kreatif, lebih suka menyerah dan pasif. Aku tidak mau itu
terjadi.
Nah, dengan prinsip ini saya
menghadapi anak-anak. Jadi, ketika ada beberapa anak di kelas yang belum terbiasa
berusaha dan mudah menyerah, apa yang harus saya lakukan? Marah? Ya. Memberinya
motivasi? Ya. Tapi itu semua tidak menjawab tantangan di depan saya.
Saya dan caraku
Ini sedikit cara yang saya
kumpulkan dari pencarian google. Cara ini sebenarnya untuk orang tua, tapi sedang
dan terus akan saya coba aplikasikan di kelas. Tentu dengan penyesuaian disana
sini.
1.
Selalu dilatih setiap ada waktu luang
Setiap kali anak-anak menyatakan siap, artinya mereka sudah paham
dan siap dengan latihan-latihan. Pahamnya anak-anak perlu di tes dong. Paham
beneran atau tidak. Latihan disini bisa tertulis bisa secara oral. Bisa
individu bisa berkelompok. Bisa dengan cara bermain bisa dengan cara serius. Ini
tegantung situasi dan kebutuhan anak-anak. Saya suka sekali dengan cara bermain.
Hampir setiap hari, latihan saya lakukan ketika akan istirahat dan pulang.
Anak-anak juga lebih excited dengan game ini. Kekurangan dari cara saya
adalah anak-anak suka lupa karena tidak tertulis. Tetapi ini akan melatih
pemahaman, critical thinking, dan memory mereka. Soal-soal yang saya
berikan seringnya adalah soal analisis sesuai dengan konteks kehidupan
sehari-hari mereka.
2.
Jangan terburu-buru mengulurkan pertolongan
Untuk soal individu tertulis, saya habis-habisan berusaha membuat anak-anak
paham dengan “cara” menyelesaikan sebuah soal. Ketika sudah menyatakan paham
dan siap mengerjakan soal, mereka akan saya lepas. Ketika bertanya, saya
arahkan lagi pada cara tadi. Bahkan sering mereka dibantu dengan memahami arti
kata per-kata. No way dengan memberikan jawaban. Saya bantu anak anak dengan
memberikan penjelasan dengan memberikan contoh lain untuk soal yang sama.
Harapannya anak-anak akan mengerti dan mampu mendapatkan jawabannya. Bahkan,
setelah diberi berkali kali contoh dan penjelasan anak-anak masih belum bisa
juga mendapatkan jawaban yang benar. Saya biarkan mereka berpikir sampai akhir-akhir
waktu. Jika mereka akhirnya bisa, saya kasih lagi soal untuk memastikan bahwa
mereka bisa.
3. Jangan lupa untuk selalu memberikan
semangat dan motifasi untuk anak.
Mungkin segaian anak merasa
frustasi dengan prinsip nomor dua. Tapi entahlah, saya percaya, suatu saat
mereka akan menuai hasil. Suatu saat mereka akan memiliki kepercayaan kepada
dirinya sendiri. Jadi, setiap kali mereka frustasi saya selalu mendorong
anak-anak untuk mencoba lagi. “Coba terus, pasti kamu bisa”.
4. Selalu hargai usahanya meski ada
kegagalan
Yah, betul sekali. Walaupun kadang hanya
sedikit soal yang bisa dijawab, jika mereka sudah berusaha, saya pasti akan memberikan
pujian. “Sudah bagus ini, sudah betul, ayo teruskan”. “Wah, ini sudah hampir
betul, ayo ini dirubah sedikit” dan seterusnya. Kadang, untuk menjaga hati
mereka, tidak saya kasih nilai, tetapi tulisan deskriptif atau paraf saja.
Mereka akan selalu bertanya, apa artinya ini bu? “ini artinya bagus”. Begitu
saja anak anak sudah senang sekali.
5. Selalu memelihara sikap optimis.
Sikap optimis ini adalah sikap
yakin bahwa mereka bisa. Saya yakin anak-anak bisa asalkan berusaha. Nah, ini
saya tunjukkan dengan cara membiarkan mereka mengerjakan sendiri tugas-tugasnya
setelah saya bimbing sebelumnya. Saya tidak suka dengan anak-anak yang mudah
menyerah. Kadang saya beri mereka dongeng atau cerita motivasi bahwa tidak ada
anak yang tidak bisa, cerita seperti Hellen Keller bagus buat anak-anak.
6. Berikan hadiah atau reward.
Reward atau hadiah ini tidak harus
selalu berupa barang. Memuji dengan perasaan tulus juga menjadi reward bagi
anak-anak. “Oh, bagus sekali, teruskan ya..”. “Pintar kan, sekarang sudah bisa”.
Tidak hanya ucapan, catatan yang berisi pujian juga perlu agar bisa dibaca oleh
anak-anak. Kadang, hadiah permen, pulang lebih dulu, atau hadiah-hadiah kecil
juga bisa diberikan untuk memberikan motivasi dan semangat pada anak anak-anak.